Sabtu, 14 Januari 2012

SEKALI MENGOLAH SAMPAH, BERAGAM MANFAAT DIRAIH: PERSOALAN SAMPAH PERKOTAAN TERATASI, LINGKUNGAN SEGAR, DAN MEMPEROLEH SUMBER NUTRISI.
Sukamto Hadisuwito mengerti betul sengsaranya hidup di lokasi pembuangan sampah. Angin menerbangkan bau busuk ke rumahnya yang berjarak 7 meter dari lokasi pembuangan sampah di Cempakabaru, Jakarta Pusat. Lalat beterbangan di atas sampah yang menggunung dan acap kali mendekati rumahnya. Persoalan serupa tentu saja dihadapi oleh banyak orang. Maklum di kota-kota besar terdapat pembuangan sampah sementara sebelum diberangkatkan ke tempat pembuangan akhir.
Kondisi itulah yang mendorong Sukamto merakit alat pengolah sampah. Alat itu berupa tong plastik sebagai komposter mini atau tempat pengomposan sampah. Dengan peranti itu ia mengomposkan sendiri sampah organik sehingga tak membuang sampah. Menurut I N yoman Pugeg Aryantha, ahli mikrobiologi dari Institut Teknologi Bandung, idealnya sampah rumahtangga memang diolah menjadi pupuk organik.
Ventilasi
Sukamto membuat lubang berdiamater 4 cm di kedua sisi atas tong plastik, kira-kira 10-15 cm dari atas tong berkapasitas 60 liter. Sebuah lubang di bagian bawah, sekitar 10 cm di atas dasar tong. Ia menambahkan instalasi pipa polivinilchlorida (PVC) di dalam tong. Pipa-pipa itu ia lubangi untuk mengalirkan udara dari dan keluar tong. Persis ventilasi di sebuah rumah. Dengan sirkulasi udara yang bagus, maka suhu dalam komposter selama pengomposan tidak terlalu panas. Bila suhu stabil mikroba pengurai bahan organik bertahan hidup (lihat boks: Pabrik Mini).
Dengan komposter mini Sukamto mengolah sampah organik menjadi pupuk cair. Mula-mula ia memisahkan antara sampah anorganik dan organik seperti potongan sayuran dan buah serta sisa makanan. Alumnus Organization for Industrial Spiritual and Cultural Advancement (OISCA), Jepang, itu memotong-motong sampah organik berukuran besar untuk mempercepat proses penguraian. Sukamto kemudian menyemprotkan mikroba bioaktivator di sampah itu. Di pasaran banyak beredar bioaktivator seperti Boisca, EM4, dan Promi. Setelah mengaduk rata, barulah ia memasukkan sampah ke dalam tong.
Sampah itu menjalani proses fermentasi selama 2 pekan. Setiap 2 hari atau saat menambahkan bahan organik baru, sampah dalam tong diaduk agar penguraian berlangsung optimal. Sampah yang semula di permukaan, ia balik ke bagian bawah dan sebaliknya. Dua pekan berselang ia memanen perdana pupuk organik cair. Setelah itu, setiap hari ia memanen pupuk karena setiap hari pula ia menambahkan sampah ke dalam tong.
Bentuk pupuk cair berupa lindi alias cairan berwarna cokelat kehitaman. Untuk mengeluarkan pupuk cair, ia tinggal memutar kran dan menampung cairan di dalam botol. Pupuk organik cair itulah yang dimanfaatkan oleh Sukamto untuk memenuhi kebutuhan beragam tanaman seperti mangga, sansevieria, dan palem. Sebelum disiramkan ke tanaman, pupuk organik cair itu diencerkan dengan perbandingan 1:5. Artinya 1 liter pupuk cair perlu penambahan 5 liter air bersih.
Menyebar
Teknologi pengolahan sampah itu kemudian disebarluaskan ke masyarakat. Hingga kini ratusan komposter mini bikinan Sukamto digunakan oleh warga di Cempakabaru, Jakarta Pusat. Akibatnya sampah tak lagi menggunung di dekat rumah Sukamto. Lahan 700 m2 itu kini tampak asri dan hijau. 'Rata-rata setiap hari satu keluarga menghasilkan 2 kg sampah organik. Bila setiap hari sampah itu dikumpulkan dan difermentasi selama 2 pekan dapat menghasilkan sekitar 50 liter kompos cair,' kata pria kelahiran 27 November 1950 itu.
Djadjuli Sadikin, pekebun di Pasirangin, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengatakan pengomposan bahan organik menjadi pupuk bermanfaat dalam mengatasi kelangkaan pupuk kimia. Ia juga mengomposkan beragam bahan organik, seperti sisa-sisa makanan, daun bambu, batang pisang, dan lumpur dari dasar kolam. Hasil pengomposan itu digunakan untuk memupuk 20 jenis sayuran yang ia budidayakan seperti caisim, terung, labu siam, selada, kangkung, bayam jepang, dan cabai.
Menurut Dr Toto Himawan dari Universitas Brawijaya, pupuk organik dibuat dari bahan organik seperti tanaman dan kotoran ternak yang telah dikomposkan. Standar pupuk organik harus memiliki C organik 12% dan N organik sangat rendah, kurang dari 20%. Dengan komposter mini, Sukamto mampu memenuhi standar itu. 'Adanya isu untuk memanfaatkan sumber yang ramah lingkungan mendongkrak popularitas pupuk organik untuk menghasilkan tanaman organik yang ramah lingkungan,' kata Himawan.
Langkah Sukamto mengolah sampah menjadi pupuk organik cair bukan hanya menjamin ketersediaan nutrisi bagi tanaman. Namun, ia juga membantu pemerintah mengatasi persoalan sampah. Menurut Dinas Kebersihan DKI Jakarta produksi sampah di DKI Jakarta mencapai 26.945 m3 per hari. Dari jumlah itu setengahnya berupa sampah organik. Bila sampah organik bisa diolah menjadi kompos atau pupuk cair, maka hampir separuh sampah kota Jakarta teratasi.
Untuk urusan sampah, Jakarta mengeluarkan biaya minimal Rp32-miliar. Jakarta membayar Rp103.000 per ton sampah yang dibuang ke Bantargebang, Kotamadya Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Padahal, Jakarta menghasilkan 6.000 ton sampah sehari. Langkah Sukamto membantu mengurangi besarnya biaya pengelolaan sampah yang ditanggung pemerintah. (Ari Chaidir)

Sabtu, 26 November 2011


Beternak itik intensif

Begitu Musiran (54) masuk kandang, itik-itik itu langsung berhamburan menghampirinya. Dengan cekatan, puluhan itik langsung mencocor makanan yang dibawa sang majikan. Setelah kenyang, mereka menyingkir dan Musiran langsung membawa ember makanan itu keluar kandang.
Itulah aktivitas rutin Musiran, warga Dusun Bogoran, Trirenggo, Bantul. Tiga puluh tahun sudah ia membudidayakan itik untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jumlah itik yang ia kembangkan sudah mencapai 1.110 ekor.
Pengembangan itik diarahkan untuk dua hal, produksi telur dan bibit. Untuk telur, peternak menjual dengan sistem butiran. Tiap butir dihargai Rp 1.100. Untuk bibit, ia jual Rp 3.500 per ekor. "Bibit adalah itik yang baru saja menetas. Pembeli bisa membeli bibit saat masih berwujud telur dengan harga Rp 1.200 per butir," katanya, Senin (10/11).
Dalam sehari, jumlah telur yang terkumpul mencapai 660 butir atau setara Rp 726.000. Dari jumlah itu, Musiran harus menyisihkan sekitar Rp 500.000 untuk biaya pakan. Jadi, keuntungan bersih dari telur itik mencapai Rp 226.000 per hari. Untuk pakan, Musiran menghabiskan 190 kilogram konsentrat yang dicampur katul dan nasi aking.
Di Bogoran ada 25 warga yang mengembangkan usaha serupa. Mereka tergabung dalam Kelompok Ternak Itik Gurun Sahara. Jumlah populasi total itik mereka mencapai 3.000 ekor. Guna menjaga lingkungan supaya tidak kotor dan berbau, mereka mengandangkan itik secara berkelompok.
Ada enam kandang yang tersedia. Kandang itu berlokasi di sekitar sungai kecil. Tujuannya agar perkembangan itik lebih maksimal. "Itik paling suka berada di sungai. Makanya, lokasi kandang sengaja kami pilih berdekatan dengan sungai," kata Suhardi (40), peternak yang mengembangkan 200 ekor itik.
Ribuan itik itu tentu membutuhkan sistem keamanan yang memadai. Para peternak menerapkan sistem ronda bergiliran. Ronda terbukti efektif menjaga keamanan. "Selama ini belum ada kasus pencurian karena ronda rutin tiap malam," ujar Suhardi.
Awalnya budidaya itik hanya digeluti 1-2 orang. Setelah usaha terbukti mendatangkan hasil, warga lain tertarik. Mereka mengembangkan usaha tersebut secara serius. Tak hanya sebagai usaha sampingan, budidaya itik sudah menjadi sumber penghasilan pokok warga. "Baru sekitar setengah tahun ini saya mengembangkan itik dan ternyata hasilnya lumayan," kata Suparno, yang memiliki 450 ekor itik.
Suparno adalah pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bantul. Ia mengaku hasil beternak itik melebihi penghasilan sebagai PNS. "Saya memutuskan ikut beternak karena melihat banyak peternak yang sukses," tuturnya.
Telur dan bibit itik produksi Dusun Bogoran biasanya diambil para pedagang dari luar kota seperti Purworejo dan Kutoarjo, Jawa Tengah. Mereka tak pernah khawatir dengan permintaan pasar karena selama ini produksi mereka selalu terserap. Untuk itik yang dewasa atau sudah memasuki usia nonproduktif, peternak juga tak khawatir karena sejumlah pedagang bebek goreng menantinya.
Sekarang peternak justru khawatir ketika isu flu burung mencuat. Isu itu membuat permintaan telur dan daging drop. "Kami berharap flu burung sudah mereda karena kami juga sudah aktif memberi vaksinasi," katanya.
Berdasarkan data Dinas Peternakan Kelautan dan Perikanan Bantul, pencapaian kegiatan vaksinasi unggas di Bantul tahun ini baru mencapai 52 persen. Dari total populasi unggas 580.000 ekor, baru 304.000 ekor yang divaksinasi. Kenyataan ini seharusnya menjadi perhatian banyak pihak. Jangan sampai flu burung mewabah lagi....
Itik dikenal juga dengan istilah Bebek (bhs.Jawa). Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara merupakan itik liar (Anas moscha) atau Wild mallard. Terus menerus dijinakkan oleh manusia hingga jadilah itik yang dipelihara sekarang yang disebut Anas domesticus (ternak itik).
Secara internasional ternak itik terpusat di negara-negara Amerika utara, Amerika Selatan, Asia, Filipina, Malaysia, Inggris, Perancis (negara yang mempunyai musim tropis dan subtropis). Sedangkan di Indonesia ternak itik terpusatkan di daerah pulau Jawa (Tegal, Brebes dan Mojosari), Kalimantan (Kecamatan Alabio, Kabupaten Amuntai) dan Bali serta Lombok.
Klasifikasi (penggolongan) itik, menurut tipenya dikelompokkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
  1. Itik petelur seperti Indian Runner, Khaki Campbell, Buff (Buff Orpington) dan CV 2000-INA;
  2. Itik pedaging seperti Peking, Rouen, Aylesbury, Muscovy, Cayuga;
  3. Itik ornamental (itik kesayangan/hobby) seperti East India, Call (Grey Call), Mandariun, Blue Swedish, Crested, Wood.
Jenis bibit unggul yang diternakkan, khususnya di Indonesia ialah jenis itik petelur seperti itik tegal, itik khaki campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik CV 2000-INA dan itik-itik petelur unggul lainnya yang merupakan produk dari BPT (Balai Penelitian Ternak) Ciawi, Bogor.
MANFAAT BUDIDAYA ITIK
  1. Untuk usaha ekonomi kerakyatan mandiri.
  2. Untuk mendapatkan telur itik konsumsi, daging, dan juga pembibitan ternak itik.
  3. Kotorannya bisa sebagai pupuk tanaman pangan/palawija.
  4. Sebagai pengisi kegiatan dimasa pensiun.
  5. Untuk mencerdaskan bangsa melalui penyediaan gizi masyarakat.
PERSYARATAN LOKASI
Mengenai lokasi kandang yang perlu diperhatikan adalah: letak lokasi jauh dari keramaian/pemukiman penduduk, mempunyai letak transportasi yang mudah dijangkau dari lokasi pemasaran dan kondisi lingkungan kandang, mempunyai iklim yang kondusif bagi produksi ataupun produktivitas ternak. Itik serta kondisi lokasi tidak rawan penggusuran dalam beberapa periode produksi.
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Sebelum seorang peternak memulai usahanya, harus menyiapkan diri, terutama dalam hal pemahaman tentang pancausaha beternak yaitu: (1). Perkandangan; (2). Bibit Unggul; (3). Pakan Ternak; (4). Tata Laksana dan (5). Pemasaran Hasil Ternak.
  1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
    1. Persyaratan temperatur kandang ± 39 ° C.
    2. Kelembaban kandang berkisar antara 60-65%
    3. Penerangan kandang diberikan untuk memudahkan pengaturan kandang agar tata kandang sesuai dengan fungsi bagian-bagian kandang
    4. Model kandang ada 3 (tiga) jenis yaitu:
      1. kandang untuk anak itik (DOD) oada masa stater bisa disebut juga kandang box, dengan ukuran 1 m 2 mampu menampung 50 ekor DOD
      2. kandang Brower (untuk itik remaja) disebut model kandang Ren/kandang kelompok dengan ukuran 16-100 ekor perkelompok
      3. kandang layar ( untuk itik masa bertelur) modelnya bisa berupa kandang baterei ( satu atau dua ekor dalam satu kotak) bisa juga berupa kandang lokasi ( kelompok) dengan ukuran setiap meter persegi 4-5 ekor itik dewasa ( masa bertelur atau untuk 30 ekor itik dewasa dengan ukuran kandang 3 x 2 meter).
    5. Kondisi kandang dan perlengkapannya
      Kondisi kandang tidak harus dari bahan yang mahal tetapi cukup sederhana asal tahan lama (kuat). Untuk perlengkapannya berupa tempat makan, tempat minum dan mungkin perelengkapan tambahan lain yang bermaksud positif dalam managemen
  2. Pembibitan
    Ternak itik yang dipelihara harus benar-benar merupakan ternak unggul yang telah diuji keunggulannya dalam memproduksi hasil ternak yang diharapkan.
    1. Pemilihan bibit dan calon induk
      Pemilihan bibit ada 3 ( tiga) cara untuk memperoleh bibit itik yang baik adalah sebagai berikut :
      1. membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya
      2. memelihara induk itik yaitu pejantan + betina itik unggul untuk mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam atau mesin tetas
      3. membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas peternakan setempat.Ciri DOD yang baik adalah tidak cacat (tidak sakit) dengan warna bulu kuning mengkilap.
    2. Perawatan bibit dan calon induk
      1. Perawatan Bibit
        Bibit (DOD) yang baru saja tiba dari pembibitan, hendaknya ditangani secara teknis agar tidak salah rawat. Adapun penanganannya sebagai berikut: bibit diterima dan ditempatkan pada kandang brooder (indukan) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam brooder adalah temperatur brooder diusahakan yang anak itik tersebar secara merata, kapasitas kandang brooder (box) untuk 1 m² mampu menampung 50 ekor DOD, tempat pakan dan tempat minum sesuai dengan ketentuan yaitu jenis pakan itik fase stater dan
        minumannya perlu ditambah vitamin/mineral.
      2. Perawatan calon Induk
        Calon induk itik ada dua macam yaitu induk untuk produksi telur konsumsi dan induk untuk produksi telur tetas. Perawatan keduanya sama saja, perbedaannya hanya pada induk untuk produksi telur tetas harus ada pejantan dengan perbandingan 1 jantan untuk 5 – 6 ekor betina.
    3. Reproduksi dan Perkawinan
      Reproduksi atau perkembangbiakan dimaksudkan untuk mendapatkan telur tetas yang fertil/terbuahi dengan baik oleh itik jantan. Sedangkan sistem perkawinan dikenal ada dua macam yaitu itik hand mating/pakan itik yang dibuat oleh manusia dan nature mating (perkawinan itik secara alami).
  3. Pemeliharaan
    1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
      Sanitasi kandang mutlak diperlukan dalam pemeliharaan itik dan tindakan preventif (pencegahan penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk mewaspadai timbulnya penyakit.
    2. Pengontrol Penyakit
      Dilakukan setiap saat dan secara hati-hati serta menyeluruh. Cacat dan tangani secara serius bila ada tanda-tanda kurang sehat pada itik.
    3. Pemberian Pakan
      Pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase, yaitu fase stater (umur 0–8 minggu), fase grower (umur 8–18 minggu) dan fase layar (umur 18–27 minggu). Pakan ketiga fase tersebut berupa pakan jadi dari pabrik (secara praktisnya) dengan kode masing-masing fase. Cara memberi pakan tersebut terbagi dalam empat kelompok yaitu:
      1. umur 0-16 hari diberikan pada tempat pakan datar (tray feeder)
      2. umur 16-21 hari diberikan dengan tray feeder dan sebaran dilantai
      3. umur 21 hari samapai 18 minggu disebar dilantai.
      4. umur 18 minggu–72 minggu, ada dua cara yaitu 7 hari pertama secara pakan peralihan dengan memperhatikan permulaan produksi bertelur sampai produksi mencapai 5%. Setelah itu pemberian pakan itik secara ad libitum (terus menerus).
Dalam hal pakan itik secara ad libitum, untuk menghemat pakan biaya baik tempat ransum sendiri yang biasa diranum dari bahan-bahan seperti jagung, bekatul, tepung ikan, tepung tulang, bungkil feed suplemen.
Pemberian minuman itik, berdasarkan pada umur itik juga yaitu :
      1. umur 0-7 hari, untuk 3 hari pertama iar minum ditambah vitamin dan mineral, tempatnya asam seperti untuk anak ayam.
      2. umur 7-28 hari, tempat minum dipinggir kandang dan air minum diberikan secara ad libitum (terus menerus)
      3. umur 28 hari-afkir, tempat minum berupa empat persegi panjang dengan ukuran 2 m x 15 cm dan tingginya 10 cm untuk 200-300 ekor. Tiap hari dibersihkan.
    1. Pemeliharaan Kandang
      Kandang hendaknya selalu dijaga kebersihannya dan daya gunanya agar produksi tidak terpengaruh dari kondisi kandang yang ada.
HAMA DAN PENYAKIT
Secara garis besar penyakit itik dikelompokkan dalam dua hal yaitu:
  1. Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri dan protozoa
  2. Penyakit yang disebabkan oleh defisiensi zat makanan dan tata laksana perkandangan yang kurang tepat
Adapun jenis penyakit yang biasa terjangkit pada itik adalah:
  1. Penyakit Duck Cholera
    Penyebab: bakteri Pasteurela avicida.
    Gejala: mencret, lumpuh, tinja kuning kehijauan.
    Pengendalian: sanitasi kandang, pengobatan dengan suntikan penisilin pada urat daging dada dengan dosis sesuai label obat.
  2. Penyakit Salmonellosis
    Penyebab: bakteri typhimurium.
    Gejala: pernafasan sesak, mencret.
    Pengendalian: sanitasi yang baik, pengobatan dengan furazolidone melalui pakan dengan konsentrasi 0,04% atau dengan sulfadimidin yang dicampur air minum, dosis disesuaikan dengan label obat.
PANEN
  1. Hasil Utama
    Hasil utama, usaha ternak itik petelur adalah telur itik
  2. Hasil Tambahan
    Hasil tambah berupa induk afkir, itik jantan sebagai ternak daging dan kotoran ternak sebagai pupuk tanam yang berharga
PASCAPANEN
Kegiatan pascapanen yang bias dilakukan adalah pengawetan. Dengan pengawetan maka nilai ekonomis telur itik akan lebih lama dibanding jika tidak dilakukan pengawetan. Telur yang tidak diberikan perlakuan pengawetan hanya dapat tahan selama 14 hari jika disimpan pada temperatur ruangan bahkan akan segera membusuk. Adapun perlakuan pengawetan terdiri dari 5 macam, yaitu:
  1. Pengawetan dengan air hangat
    Pengawetan dengan air hangat merupakan pengawetan telur itik yang paling sederhana. Dengan cara ini telur dapat bertahan selama 20 hari.
  2. Pengawetan telur dengan daun jambu biji
    Perendaman telur dengan daun jambu biji dapat mempertahankan mutu telur selama kurang lebih 1 bulan. Telur yang telah direndam akan berubah warna menjadi kecoklatan seperti telur pindang.
  3. Pengawetan telur dengan minyak kelapa
    Pengawetan ini merupakan pengawetan yang praktis. Dengan cara ini warna kulit telur dan rasanya tidak berubah.
  4. Pengawetan telur dengan natrium silikat
    Bahan pengawetan natrium silikat merupkan cairan kental, tidak berwarna, jernih, dan tidak berbau. Natirum silikat dapat menutupi pori kulit telur sehingga telur awet dan tahan lama hingga 1,5 bulan. Adapun caranya adalah dengan merendam telur dalam larutan natrium silikat10% selama satu bulan.
  5. Pengawetan telur dengan garam dapur
    Garam direndam dalam larutan garam dapur (NaCl) dengan konsentrasi 25-40% selama 3 minggu.
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
  1. Analisis Usaha Budidaya
    Perkiraan analisis budidaya itik di Semarang tahun 1999 adalah sebagai berikut:.
    1. Permodalan
      1. Modal kerja
        • Anak itik siap telur um 6 bl 36 paketx500 ek x Rp 6.000 ====== Rp 108.000.000,-
        • Biaya kelancaran usaha dan lain-lain ==================== Rp 4.000.000,-
      2. Modal Investasi
        • Kebutuhan kandang 36 paket x Rp 500.000,- ============= Rp 18.000.000,-
          Jumlah kebutuhan modal : Rp 130.000.000,-
          Prasyaratan kredit yang dikehendaki:
        • Bunga (menurun) 20% /tahun
        • Masa tanggung angsuran 1 tahun
        • Lama kredit 3 tahun
    2. Biaya-biaya
      1. Biaya kelancaran usaha dan lain-lain ======================= Rp 4.000.000,-
      2. Biaya tetap
        • Biaya pengambalian kredit:
        • Biaya pengambalian angsuran dan bunga tahun I ============ Rp 14.723.000,-
        • Biaya pengambalian angsuran dan bunga tahun II =========== Rp 86.125.000,-
        • Biaya pengambalian angsuran dan bunga tahun III ========== Rp 73.125.000,-
        • Biaya penyusutan kandang:
          • biaya penyusutan kandang tahun I ================== Rp 3.600.000,-
          • biaya penyusutan kandang tahun II ================== Rp 3.600.000,-
          • biaya penyusutan kandang tahun III ================= Rp 3.600.000,-
    3. Biaya tidak tetap
      1. Biaya pembayaran ransum:
        • biaya ransum tahun I ============================== Rp 245.700.000,-
        • biaya ransum tahun II ============================== Rp 453.600.000,-
        • biaya ransum tahun III ============================= Rp 453.600.000,-
      2. Biaya pembayaran itik siap produksi:
        • pembayaran tahun I =============================== Rp 108.000.000,-
        • pembayaran tahun II -
        • pembayaran tahun III -
      3. Biaya pembayaran obat-obatan:
        • biaya pembayaran obat-obatan tahun I ================== Rp 2.457.000,-
        • biaya pembayaran obat-obatan tahun II ================= Rp 4.536.000,-
        • biaya pembayaran obat-obatan tahun III ================= Rp 4.436.000,-
          ( Biaya obat-obatan adalah 1% dari biaya ransum)
    4. Pendapatan
      1. Penjualan telur tahun I ================================ Rp 384.749.920,-
      2. Penjualan telur tahun II =============================== Rp 615.600.000,-
      3. Penjualan telur tahun III =============================== Rp 615.600.000,-
      4. Penjualan itik culling 2 x 1.425 x Rp 2.000,- ================= Rp 5.700.000,-
  2. Gambaran Peluang Agribisnis
    Telur dan daging itik merupakan komoditi ekspor yang dapat memberikan keuntungan besar. Kebutuhan akan telur dan daging pasar internasional sangat besar dan masih tidak seimbang dari persediaan yang ada. Hal ini dapat dilihat bahwa baru dua negara Thailand dan Malaysia yang menjadi negara pengekspor terbesar. Hingga saat ini budidaya itik masih merupakan komoditi yang menjanjikan untuk dikembangkan secara intensif.
Usaha ternak itik bagi masyarakat dipedesaan merupakan salah satu mata pencaharian untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Pada umumnya itik dipelihara secara tradisional (ekstensif) dengan pengembalaan di lahan sawah atau rawa. Dengan semakin intensifnya pola tanam lahan sawah serta banyaknya bahan kimia yang digunakan, maka ketersediaan pakan itik secara alami menjadi berkurang termasuk kematian akibat keracunan pestisida. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui budidaya semi-intensif atau intensif. Pemeliharaan itik dengan sistem tersebut memiliki beberapa keunggulan, diantaranya : produktivitas telur lebih tinggi, kesehatan dan keselamatan itik lebih terjamin, biaya pemeliharaan lebih efisien serta menghemat tenaga. Beberapa bangsa itik lokal yang sudah dikenal masyarakat dan mempunyai ciri tersendiri diberi nama sesuai daerah asalnya seperti itik Mojosari, Alabio, Tegal, Cirebon dan Magelang. Di daerah Banten, salah satu jenis itik lokal yang cukup dikenal dan banyak diusahakan masyarakat sebagai petelur adalah itik Damiaking. Warna bulu itik jenis ini seperti jerami padi kering, warna kaki dan paruh hitam, sedangkan bobot badan betina dewasa berkisar antara 1,5 – 2,2 kg.

DESKRIPSI TEKNOLOGI
  • Pada usaha skala rumah tangga, kandang itik dibangun sistem pekarangan, yaitu kombinasi pemeliharaan sistem terkurung dan sistem lepas. Kandang dibuat dari bahan yang tersedia disekitar lokasi dan harganya murah serta memenuhi syarat : memberikan kenyamanan dan kesehatan ternak serta tidak menggangu peternak.
  • Budidaya dilakukan secara semi-intensif dengan skala kepemilikan 100 ekor (kisaran 50 – 150 ekor). Itik yang digunakan adalah stadia siap telur (grower) umur 4 – 5 bulan, sedangkan perbandingan betina dan jantan adalah 30 : 1.
  • Pakan berupa dedak halus, konsentrat dan keong mas atau dedak halus, konsentrat dan ikan rucah segar.
  • Pada daerah pedalaman, kombinasi pakan yang dianjurkan adalah dedak halus, konsentrat dan keong mas, sedangkan pada daerah dekat pantai/laut adalah dedak halus, konsentrat dan ikan rucah segar.
  • Di dekat kandang tersedia saluran air untuk membersihkan bulu dan mempertahankan suhu tubuh
KEUNGGULAN INOVASI

Usaha ternak itik skala rumah tangga dengan budidaya semi-intensif memiliki beberapa keunggulan, diantaranya : produktivitas telur lebih tinggi dibanding teknologi ekstensif yang biasa diterapkan peternak, produktivitas bulanan berkisar antara 41,5 – 76,1 % (rataan 54,6 %) atau setara dengan 160 – 165 butir/ekor/tahun, pemanfaatan keong mas (hama padi) sebagai pakan dapat diperoleh dari sawah serta membuka kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat. Selain itu, usaha tersebut juga merupakan salah satu upaya penanggulangan kemiskinan di pedesaan.

PENERAPAN INOVASI
  • Pemeliharaan itik skala rumah tangga dilakukan dengan dua metoda. Pada musim tanam padi dilakukan secara terkurung, dan pada musim panen diumbar pada lahan sawah.
  • Kandang dibuat berukuran 8 m x 7,5 m (luas 60 m2), dimana 1/3 bagian (8 m x 2,5 m) tertutup dan beratap untuk itik tidur dan bertelur, sedangkan 2/3 bagian lagi (8 m x 5 m) terbuka sebagai halaman untuk itik makan, minum dan bermain pada siang hari.
  • Lantai kandang berupa tanah yang diberi alas sekam atau jerami padi untuk menyerap air dan kotoran dengan ketebalan sekitar 5 cm.
  • Pada usaha skala rumah tangga dengan kepemilikan itik sebanyak 100 ekor dibutuhkan pakan dedak halus sebanyak 7,5 – 10,0 kg/hari, konsentrat 1,5 – 2,0 kg/hari dan keong mas 20 – 25 kg/hari (atau diganti dengan ikan rucah segar).
  • Pada musim tanam (pemeliharaan terkurung), pakan diberikan sebanyak 4 kali/hari yaitu berupa dedak halus dicampur konsentrat sebanyak 2 kali/hari (pukul 07.00 dan 17.00 WIB) dan keong mas sebanyak 2 kali/hari (pukul 11.00 dan 15.00 WIB), sedangkan pada musim panen pemberian pakan hanya diberikan 1 kali/hari yaitu berupa dedak halus (pukul 17.00 WIB). (fn/in/km/dp) www.suaramedia.com

Senin, 14 November 2011


BERTANAM CABE
Apa kegiatan teman-teman untuk mengisi waktu-waktu senggang? Nonton TV kah? Dengerin musik kah? Baca komik kah? Main basket atau futsal kah? Pacaran kah? atawa memasak? atawa berkebun? hemm…mungkin memasak atau berkebun ga bakal jadi pilihan, karena buat anak-anak muda (kebanyakan) merasa “this’s not an option for youth!”.
Puasa kemarin, melewati weekend di rumah terasa lebih lama karena ga ada kegiatan seperti dikantor. Puasa jadi terasa lebih lama, laper nya jadi makin kedengeran. Pas lagi duduk-duduk di teras rumah dengan maksud ngabuburit melewati sore sambil ngeliat orang lalu lalang, gw ngeliat ada 3 tumpukan karung tanah media tanam siap pakai di samping teras rumah. Selidik punya selidik, ternyata nyokap gw beli buat tanaman antorium nya. Suddenly, an idea bulb rise from my head, gimana kalo iseng-iseng becocok tanam alias berkebun. Tapi gw ga mau ngerawat tanaman macam antorium kaya nyokap, karena ga keren cuman diliat-dipandang-dikagumi, ga bisa di makan (hehehe), ga enak. Pilihan tanaman harus yang oke, hemmm…berhubung gw chiliholic maka cabe menjadi pilihan gw, rawit! Lagipula nyokap gw sering ngeluh dengan borosnya konsumsi cabe dirumah dan harga cabe yang sering naik ga kira-kira. Tantangan baru dimulai…
Mengatur rencana dulu, pertama, minta ijin minta nyokap karena mau “ngerampok tanah media tanam nya. Lalu besok siangnya di kantor gw googling tentang menanam cabe di pekarangan rumah, tips dan trik nya. Ternyata ga banyak yang gw dapet, tapi cukup lah buat newcomer farmer kaya gw [ :)].
Media tanam udah punya, sekarang tinggal nyari wadah nya. Pikir gw,”kalo harus beli pot, berarti harus ngeluarin duit, pake apa ya… oh ya, ada bekas botol plastik air oxy, keluarin keringet sedikit, tapi ga keluar modal.” [pengiritan sejati!! :)]. Selesai! gw bisa bikin 15 pot alakadar, cukup buat percobaan tanam pertama. Lalu, masukkan tanah media tanam secukupnya. Modal yang gw keluarkan untuk beli bibit cabe rawit “embun” di toko tanaman dekat rumah seharga Rp 12.000,- dengan berat bersih isi 10 gr.
Lalu, ga sampai seperempat isi bibit cabe gw rendam di air hangat selama kurang lebih 8 jam. Dan sesuai dengan artikel yang gw dapet di internet, media tanam akan baik jika disiram dengan air dingin dari kulkas karena akan mencegah tumbuhnya jamur dan mikroba yang akan merusak tanaman. Minggu pagi tanggal 14 September gw mulai merendam bibit cabe dan menyiram media tanam dengan air dingin. Dan pada malam harinya, bibit gw tanam di tanam media tanam, satu pot di isi sekitar 3 sampai 5 bibit.
Kata artikel, bibit yang tumbuh baru bisa dipindahkan ke masing-masing polibag di hari ke 14. Berarti gw tinggal menunggu. Tiap pulang kerja, langsung gw lari buat ngeliat cabe gw karena penasaran; hari pertama nihil, hari kedua nihil, hari ketiga masih belum ada tanda-tanda perubahan, hari keempat dan kelima juga nihil. Mulai bingung gw, ko sampai hari ke enam masih ga ada perubahan. Apa yang salah dari proses penanaman yang gw kerjakan. Atau apakah tangan gw ga cocok jadi petani. Tapi, minggu pagi dihari ke tujuh ternyata beberapa bibit cabe sudah mulai mengeluarkan sulur akar. Berarti cabe gw tumbuh!.
http://berkumpul.files.wordpress.com/2008/10/cabe10hari.jpg?w=300&h=215
cabe umur 7 hari
http://berkumpul.files.wordpress.com/2008/10/caeee.jpg?w=300&h=201
cabe umur 10 hari
Setelah hari itu, mulai banyak yang tumbuh dan mulai kebingungan jumlah pot yang sangat terbatas. Eh, nyokap gw ternyata juga punya simpanan polibag, berarti masalah kembali terselesaikan. Berhubung jakarta panasnya bukan main, maka gw harus memastikannya tiap pagi dan malam sepulang kerja, gw siram semua tanaman. Jangan sampai tanaman cabe muda ini mengalami dehidrasi, karena langsung layu daunnya rontok dan mati.
Hari terus berjalan, daun tanaman cabe sudah berjumlah 4 lembar. Makin penasaran dengan hasil kerja gw. Kira-kira bauh cabe berapa banyak ya…? hemm
http://berkumpul.files.wordpress.com/2008/10/cabe2minggu3.jpg?w=300&h=225Di hari ke-14, mulailah gw cicil untuk memindahkan setiap tanaman cabe ke satu polibag, karena kalau kelamaan, nanti akar nya sudah terlalu banyak dan susah dipindah. Hari minggu tanggal 28 September, gw pindahkan 8 buah tanaman ke polibag, memastikan tanah media tanam terbasahi air dingin sebelumnya.
Lanjut ke “Menanam Cabe (2)” untuk tahap berikutnya, usia tanaman cabe 2 minggu hingga 2 bulan.
Happy Reading!